HUKUM PENALARAN
Penalaran hukum
Sudut Pandang
sudut pandang merupakan latar belakang subjektif dari suatu kerangka orientasi berpikir yuridis, Sudut pandang mencakup dua kategori yaitu
1. Keluarga Sistem Hukum.
Kata " sistem" secara sederhana bearti sekelompok bagian-bagian (alat dan sebagainya) yang bekerja bersama-sama untuk melakukan suatu maksud. Keluarga sistem hukum memainkan peranan penting dalam menentukan model-model penalaran yang disajikan dalam kerangka orientasi berpikir yuridis, hal ini disebabkan beberapa alasan seperti keluarga sistem hukum merupakan produk historis, meletakkan dasar bagi pola perkembangan pembangunan dan memperagakan karakteristik tertentu dari pengembanan hukum baik yang praktis maupun teoritis.
Di dunia ini biasanya dikemukakan ada tiga keluarga sistem hukum yaitu:
1. Civil law system, negara penganut adalaha Prancis, Jerman Italia, Swiss, Austria dll
2. Common law system, negara penganutnya adalah, Inggris, Australia, Kenya, Kanada, Amerika Serikat, dll.
3. Socialist law system, negara penganutnya antara lain Bulgaria, Yugoslavia, Kuba dll.
Faktor-faktor yang dapat dijadikan indikator untuk menggolongkan sistem hukum negara-negara tertentu menjadi satu keluarga tetsendiri adalah:
a. Latar belakang sejarah dan pembangunan sistem hukumnya.
b. Karakteristik khas dari cara berpikirnya
c. Pranata-pranata yang berbeda
d. Jenis-jenis sumber hukum yang di kenal dan penggunaannya.
e. Ideologinya
2.Penstudi Hukum
Perbedaan penstudi hukum yang tepenting adalah antara "partisipan"dan " pengamat". kedua istilah ini digunakqn untuk menunjukkqn masing-masing kepada sebutan madespelerdan todschouwer. Partisipan (medespeler) adalah penstudi hukum sekaligus pengemban hukum (rechtsbeofenaar) sedangkan pengamat (toeschouwer)adalah penstudi hukum, tetapi bukan pengemban hukum.
pengemban hukum adalah kegiatan manusia berkenaan dengan adanya dan berlakunya hukum di masyarakat. Pengemban hukum dibedakan menjadi
1.Pengembanan hukum tereoretis, kegiatan akal budi untuk memeperoleh penguasaan intelektual tentang hukum atau pemahaman hukum secara ilmiah
2.Pengembanan hukum praktis
Berdasarkan tataran analisisnya, pengembanan hukum dibedakan menjadi tiga tingkat abstraksi yang terendah sampai yang tertinggi,yaitu:
1. Ilmu hukum
2. Teori hukum
3. Filsafat hukum
Alasan kenapa ilmu empiris hukum tidak dimasukkan sebagai bagian dari disiplin hukum
1.Dilihat dari perkembangan ilmu hukum, khususnya setelah periode Irnerius dan Revolusi Prancis.
2. Pengklasifikasikan ilmu-ilmu seperti sosiologi hukum , dan osikologi hukum itu ke dalam disiplin hukum menyebabkan ilmu-ilmu ini berada di dua disiplin sekaligus.
3. Jika ilmu hukum diartikan sebagai bagian dari ilmu praktis, maka dengan memasukkan ilmu-ilmu baru aeperti sosiologi hukum dan psikologi hukum itu ke dalam kelompok yang sama dengan dogmatika hukum, akan langsung menghilangkan ciri ilmu hukum sebagai ilmu praktis.
4. Jumlah ilmu-ilmu empiris yang berobjek hukum ini akan bertambah banyak seiring dengan pertumbuhan disiplin-disiplin baru yang berminat melakukan studi terhadap hukum.
5. Dalam kegiatan pengembanan hukum terlibatnya ilmu-ilmu empiris hukum sesungguhnya terjadi pada tataran teori hukum dalam arti luas, terutama dalam rangka penalaran hukum.
Sebagai disiplin hukum dengan abstraksi terendah, ilmu hukum (dogmatika hukum) melakukan tugas inventarisasi, kompilasi, interpretasi, konstruksi, sistematisasi, dan atau evaluasi atas teks otoritatif (sumber hukum, seperu Undang-undang, traktat, yurispudensi)
Tingkat abstraksi yang lebih tinggi darioada ilmu hukum adalah teori hukum. menurut uraian Arief Shidarta, ruang lingkup teori ilmu hukum sebenarnya lebih luas daripada teori hukum. teori ilmu hukum adalah disiplin hukum yang secara kritikal menganalisis berbagau aspek dari hukum secara tersendiri dan dalam keseluruhannya. baik dalam teroretis mauoun dalam pengolahan praktisnya. Teori hukum merupakan kelanjutan dar Allgemeine Rechtslehre mencakup analisis konseptual atas hukum (pengertian, asas, kaidah, sistem hukum, dan sebagainya). Teori hukum memberikq deskripsi yang positif teoritikal, sma sekali tidak melakukan penilaian normatif. kemudiam juga melakukan pembentukan, pengolahan, pengembangan, pengembangan, dan pemantapan konsep-konsep yuridis.
Tingkat abstraksi yang paling tinggi yaiti filsafat hukum . B. Arief Shidarta menyebutkan duabpokok permasalahn yang menjadi fokus filsafat hukum, yaitu tentang landasan mengikat dari hukum dan kriteria keadilan menurut hukum
Tempat berpijak para pengemban hukum yang dijadikan sebagai indikator pembeda antara partisipan dan pengamat tersebut adalah sistem hukum. pada umumnya, terminologi sistem hukum diartikan secara luas mencakup tiga unsur menurut Friedmansekaligus meliputi struktur, substansi, dan budaya hukum.
Kemudian menurut Kees SChuit sistem hukum terdiri dari
a. Unsur idiil, sistem makna dari hukum yaitu notma, kaidah, aturan dan asas
b. Unsur operasional, terdiri atas keseluruhan organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga yangbdidirikan dalam suatu sistem hukum.
c. Unsur aktual, adalah keseluruhan putusan-putusan dan perbuatan-perbuatan konkret yang berkaitan dengan sistem makna dari hukum, baik pengemban jabatan maupun dari para warga masyarakat yang didalamnya terrdapat sistem hukum.
Aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis
1. Aspek Ontologis
Secara ontologism, ilmu hukum atau disiplin hukum pada umumnya terikat pada satu pertanyaan utama, yakni tentang apa hakikat hukum. Kajian ontologism terhadap hakika hukum secara garis besar dapat dipetakan kepada lima pengertian. Soetandyo Wignjosoebroto secar tepat menunjukkan kelimapemaknaan hakikat hukum itu, dengan menartikan hukum sebagai:
a. Asas-asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan berlaku universal.
b. Norma-norma positif dalam sistem perundang-undangan suatu Negara.
c. Putusan hakim in-concerto, yang tersistemasi sebagai judge-made-law.
d. Pola-pola perilaku social yang terlembagakan, eksis sebagai variable social yang empiric;
e. Manifestasi makna-makna simbolik para pelaku social sebagaimana tampak dalam interaksi diantara mereka.
Hakikat hukum dapat diartikan sebagai asas-asas kebenaran dan keadilan. Hakikat hukum, baik dilihat dari aspek formalitasnya maupun dari segi substansialnya merupakan realitas kodrati, dimana perilaku manusia dalam menjalani kehidupan wajib tunduk pada satu sistem moralitas yang bersifat kodrati. Moralitas sosisal mengatur secara rinci aktivitas manusia hari per hari untuk itu manusia diperbolehkan membuat hukumnya sendiri ( lex humana atau human law) namun hukum buatan manusia ini baru dikatakan valid, mengikat, dan membebani kewajiban, sepanjang dapat menunjukkan konsistensi dengan moralitas social diatasnya.
Aspek ontologis tentang hukum diantaranya:
a. Pemaknaan hukum dalam arti hukum sebagai asas-asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan berlaku universal, serta norma-norma positif dalam perundang-undangan suatu Negara, lebih merupakan pemaknaan hukum menurut pengemban hukum partisipan dan pengamat.
b. Pemaknaan hukum sebagai keputusan hakim yang in-concerto yang tersistemasi sebagai judge-made-law, posisinya berada diantara pengemban hukum partisipan dan pengamat.
c. Dilihat dari sudut pandang keluarga sistem huku memaknai konsep-konsep hukum tersebut terlihat bahwa pemaknaan hukum sebagai norma-norma positif dalam perundang-undangan suatu Negara berakar kuat pada tradisi keluaraga civi law, tetapi terutama untuk menyikapi kebutuhan di bidang perekonomian, akhir-akhir ini mulai dirasakan pentingnya untuk juga digunakan oleh sistem common law. Sebaliknya, pemaknaan hukum sebagai keputusan hakim in-concerto semula berasal pada tradisi keluaraga sistem common law walaupun dengan seiring berkembangnya teori-teori sosiologi, mulai pula menancapkan pengaruhnya pada tradisi keluarga civil law. Sementara pemaknaan hukum sebagai asas-asas kebenaran dan keadilan merupakan konsep hukum yang umum berkembang di kedua kawasan keluarga sistem hukum.
d. Pemaknaan hukum sebagai pola-pola perilaku social yang terlembagaan dan fenomena makna-makana simbolik para pelaku social menjadi fenomena yang berkembang di semua keluarga sistem hukum.
2. Aspek Epistemologis
Aspek epistemologis berupa metode yang terakit dengan cara-cara penarikan kesimpulan dalam suatu proses penalaran hukum.
Dari beberapa pandangan ahli yaitu Kenneth j. Vandevelde, Gr. Van der Brught dan J.D.C Winkelmandapat disimpukan enam langkah utama penalaran hukum yaitu:
a. Mengidentifikasi fakta-fakta untuk mengahasilkan suatu struktur (peta) kasus yan sungguh-sungguh diyakini oleh hakim sebagai kasus yang riil terjadi.
b. Menghubungkan (mensubsumsi) struktur kasus tersebut dengan sumber-sumber hukum yang relevan, sehingga ia dapat menetapkan perbuatan hukum dalam peristilahan yuridis ( legal term).
c. Menyeleksi sumber hukum dan aturan hukum yang relevan untuk kemudian mencari tahu kebijakan yang terkandung didalam aturan hukum itu, sehingga dihasilkan suatu struktur (peta) aturan yang koheren.
d. Menghubungkan struktur aturan-aturan dengan struktur kasus.
e. Mencari alternative-alternatif penyelesaian yang mungkin
f. Menetapkan pilihan atas salah satu alternative untuk kemudian diformulasikan sebagai putusan akhir.
3.Aspek Aksiologis
Aspek aksiologis dalam konteks ini berhubungan dengan tujuan dari aktivitas penalaran hukum. Penalaran hukum memiliki misi tertentu yang dapat dikoheren dengan aspek ontologism dan epistemologis dari penalaran hukum itu sendiri.
Keadilan adalah aspek aksiologis yang paling sulit dijelaskan, dan merupakan konsep filsafat, sehingga nafas dari keberlakuan filosofis suatu norma hukum adalah ada tidaknya keadilan didalamnya. Hal ini berbeda dengan kepastian hukum yang mengacu pada pendekata yuridis formal.
Kemanfaatan adalah aspek aksiologis yang lain dari hukum yang berdimensi pragmatis. Teori-teori kemanfaatan kontemporer biasanya mempersepsikan konsep ini dengan nilai-nilai ekonomis dapat dicapai, tidak lagi sebagai kebahagiaan untuk jumlah masyarakat yang terbesar.oleh karena itu pendekatan yang semula kualitatif itu pun mulai bergeser kepada pendekatan kuantitatif.
Komentar
Posting Komentar