PERBEDAAN FILSAFAT HUKUM ISLAM DENGAN FILSAFAT HUKUM LAIN

Adapun perbedaan pendekatan filsafat dalam Hukum Islam dengan filsafat hukum pada umumnya terletak pada perbedaan substansi hukum itu sendiri. Hukum Islam merupakan hukum wahyu, sedangkan hukum pada umumnya adalah hasil pemikiran manusia semata.
Hukum Islam merupakan hukum yang berangkat, berjalan dan berakhir pada tujuan wahyu. Ia ada dan memiliki kekuatan berdasarkan wahyu. Ia memberikan perintah dan larangan berdasarkan wahyu. Dengan demikian, apa yang dianggap benar adalah apa yang dianggap benar oleh wahyu. Apa yang dianggap keliru, adalah apa yang disalahkan oleh wahyu. Adapun akal adalah sarana pendukung untuk memahami atau memikirkan operasional hukum.            
            Ketika hukum Islam menyatakan bahwa babi adalah haram, alasannya adalah karena al-Qur’an sebagai himpunan wahyu melarangnya. Demikian pula ketika Islam menyatakan bahwa perzinahan itu haram, alasannya karena al-Qur’an melarangnya. Babi dan perzinahan adalah haram kapanpun, di manapun, dan oleh siapapun menurut hukum Islam, meskipun secara akal babi dan perzinahan sebenarnya bisa mendatangkan keuntungan yang banyak bagi manusia.
Sedangkan hukum pada umumnya (hukum non-Islam) adalah hasil pemikiran manusia semata. Karena ia merupakan hasil manusia, sementara hasil pemikiran manusia bisa terpengaruh oleh zaman dan makan, maka hukum tersebut juga bisa berbeda-beda bagi manusia yang hidup di daerah dan waktu yang berbeda.
Ketika dahulu hubungan sesama jenis (homoseksual) dianggap sesuatu yang salah dan melanggar batas kewajaran, maka perbuatan itu dilarang (diharamkan) dan pelakunya memperoleh hukuman. Namun ketika sekarang perbuatan itu dianggap sesuatu yang wajar –karena sudah banyak orang melakukannya secara terang-terangan bahkan menjadi kebanggaan- dan bisa dibenarkan, maka ia tidak lagi dilarang. Justru sebaliknya, orang yang menentang perbuatan itu dianggap telah melanggar hak asasi orang lain yang ingin atau gemar melakukannya.
Yang amat menarik –entah karena benar-benar hasil pemikiran murni atau iming-iming duniawi- sekarang ada sebagian orang Islam yang mengatasnamakan kebebasan berpikir, memberanikan diri secara bersama-sama untuk menghalalkan perilaku homoseksual. Anehnya, mereka mendukung perilaku tersebut dengan mencoba mengotak-atik wahyu dengan logika mereka. Dengan demikian, mereka bukan lagi menggunakan akal sebagai sarana untuk memahami wahyu. Mereka menggunakan akal untuk “mengakali” wahyu. Namun untuk hal ini penulis mencukupkan diri sampai di sini. Karena sebenarnya orang-orang seperti itu bukanlah para ahli hukum Islam yang sebenarnya. Tidak lain mereka adalah para pemulung besi tua yang hendak membuat pesawat tempur anti radar (semacam B-12) atau yang semisalnya. Tentu saja usaha mereka hanya akan menjadi bahan tertawaan orang lain, apalagi para pakar di bidangnya.[5]
Filsafat Hukum Islam menjelaskan antara lain tentang rahasia-rahasia, makna, hikmah serta nilai-nilai yang terkandung dalam ilmu fiqh. Sehingga kita melaksanakan ketentuan-ketentuan Islam disertai dengan pengertian dan kesadaran yang tinggi. Dengan kesadaran hukum masyarakat ini akan tercapai ketaatan dan disiplin yang tinggi dalam melaksanakan hukum.
Seorang yang mempelajari ilmu Fiqh bersamaan dengan mempelajari Filsafat Hukum Islam, akan semakin memahami di mana letak ketinggian dan keindahan ajaran Islam, sehingga menimbulkan rasa cinta yang mendalam kepada Sumber Tertinggi Hukum yaitu Allah Swt., kepada sesama manusia, kepada alam, dan kepada lingkungan di mana ia hidup.
Dengan demikian, tujuan mempelajari Filsafat Hukum Islam dapat dirinci sebagai berikut:
Semakin memantapkan keyakinan umat Islam akan keagungan Hukum- Islam dibandingkan dengan hukum-hukum yang lain (hukum produk manusia). Dimana hukum Islam bisa dibuktikan bukan hanya lebih benar dan unggul, namun juga lebih terhormat dan beradab dibandingkan dengan hukum-hukum yang lain
Keyakinan yang mantap itu menumbuhkan rasa taat hukum yang hampir- tanpa “paksaan”. Umat Islam mentaati hukum bukan karena terpaksa, namun karena rasa cinta, karena ia berasal dari Tuhan Maha Adil dan Welas Asih. Ia taat kepada hukum karena keyakinan bahwa hukum dibuat sebagai perwujudan cinta Tuhan kepada makhluk-Nya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NILAI MORAL PROFESI HUKUM

PELANGGARAN YANG DILAKUKAN PT  MARIMAS TERHADAP KETENTUAN DALAM UU NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

STRATIFIKASI SOSIAL DALAM FENOMENA OJEK ONLINE