PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KESUSILAAN

Upaya perlindungan terhadap korban tindak pidana kesusilaan tidak semata-mata merupakan tugas dari aparat penegak hukum saja, tetapi juga merupakan kewajiban masyarakat untuk membantu memulihkan kondisi korban dalam kehidupan bermasyarakat. Upaya perlindungan kepada korban perkosaan dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
1)   Perlindungan Oleh Hukum
Secara umum, adanya hukum positif di Indonesia merupakan suatu aturan salah satu tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kejahatan asusila. Hal ini berarti, hukum juga bertujuan untuk melindungi masyarakat agar tidak menjadi korban kejahatan asusila sebelum tindak kejahatan kesusilaan tersebut terjadi.
Dasar perlindungan hukum terhadap perempuan korban kekerasan tindak pidana kesusilaan terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Dikriminasi Terhadap Wanita, yang bunyi pertanyaannya semua manusia dilahirkan bebas dan sama dalam martabat dan hak, bahwa tiap orang berhak atas semua hak dan kebenaran kebebasan yang dimuat didalamnya tanpa perbedaan apapun, termasuk perbedaan jenis kelamin. Yang mana perlindungan tersebut tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.  Dan bertujuan untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan yang juga bersifat melindungi perempuan dari segala macam bentuk dikriminasi, termasuk diskriminasi tindak pidana kesusilaan.
Dan setelah pelaku tindak kriminal dijatuhi hukuman sanksi, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006, korban mendapatkan perlindungan yang antara lain: mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan, mendapatkan identitas baru, mendapatkan kediaman baru, memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan, mendapatkan nasihat hukum, dan/atau memperoleh bantuan biaya hidup semnetara sampai batas waktu pelrindungan berakhir.
2)   Perlindungan Oleh Masyarakat
Ø  Keluarga
Keluarga merupakan orang-orang terdekat korban yang mempunyai andil besar dalam membantu perlindungan kepada korban. Hal ini dapat ditunjukan dengan selalu menghibur korban, tidak mengungkit – ungkit peritiwa yang telah dialami, memberi dorongan dan motivasi bahwa korban tidak boleh larut dengan masalah yang dihadapinya serta melindungi dari cibiran masyarakat yang menilai buruk dirinya.
Ø  Masyarakat
Masyarakat diharapkan ikut mengayomi dan melindungi korban dengan tidak mengucilkan korban, tidak memberi penilaian buruk kepada korban. Perlakuan semacam itu juga dirasa sebagai salah satu perlindungan terhadap korban, karena dengan sikap masyarakat yang baik, korban tidak merasa minder dan takut dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NILAI MORAL PROFESI HUKUM

PELANGGARAN YANG DILAKUKAN PT  MARIMAS TERHADAP KETENTUAN DALAM UU NO. 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

STRATIFIKASI SOSIAL DALAM FENOMENA OJEK ONLINE