SEJARAH DAN SEJARAH HUKUM
Dalam penalaran hukum, aspek sejarah biasanya diperlukan untuk memberi konteks kepada suatu rumusan peraturan. Setiap ketentuan hukum, apapun bentuknya adalah karya manusia yang terikat pada ruang dan waktu. Konteks ruang dan waktu ini pada model penalaran Aliran hukum kodrat ingin diabaikan, sehingga hukum dan adalah asas-asas keadilan dan kebenaran yang berlaku universal. Asas-asas itu tidak pernah berubah, menembus sekat-sekat ruang dan waktu. Dalam praktiknya, pengabaian konteks ini tidak banyak berhasil. Asas-asas hukum itu terlalu abstrak, sehingga simbol-simbol yang merangkai rumusan asas-asas itu kerapkali harus diberi pemaknaan baru agar mampu menjawab kebutuhan riil masyarakat.
Model penalaran Mazhab sejarah sebaliknya, sangat memperhatikan konteks ruang dan waktu dalam pertumbuhan hukum. Bagi penganut model penalaran ini, hukum tidaklah dibuat, melainkan tumbuh mengikuti perkembangan masyarakat (Das Recht wird nicht gemacht, est ist und wird mit dem Volke). Hukum yang berlaku sekarang adalah hukum yang memang hidup dalam kondisi kemasyarakatan saat ini dan di tempat ini. Dengan demikian, hukum dimaknai secara dinamis dan selalu kontekstual.
Kebutuhan memaknai hukum secara kontekstual ini hanya mungkin dipenuhi dengan baik apabila dimensi-dimensi historis suatu hukum dapat ditelusuri. Di sinilah arti penting studi sejarah terhadap hukum. Studi ini dapat dilakukan secara makro terhadap satu atau sejumlah sistem hukum pada umumnya (sejarah hukum) atau terhadap produk hukum tertentu saja (antara lain sejarah undang-undang atau bagian dari undang-undang tertentu).
Dari uraian diatas dengan jelas dapat dipahami bahwa ilmu sejarah sangat berhubungan dengan kebudayaan. Penulisan sejarah hukum dan sejarah undang-undang di Indonesia bukanlah sesuatu yang baru. Apa yang dilakukan oleh Soepomo dan Djokosoetono yang menulis tentang sejarah politik hukum adat di Indonesia adalah contoh karya di bidang sejarah hukum untuk kategori penulis Indonesia.
Terlepas dari arti penting dan manfaat studi sejarah hukum itu, sejarawan Taufik Abdullah tetap berkeyakinan "Sejarah adalah perdebatan" Dalam dimensi ilmu politik, sejarah biasanya ditulis oleh "si pemenang" (penguasa politik). Dengan demikian, tatkala rezim penguasa berganti, sejarah terkadang perlu ditafsir dan ditulis ulang. Ini berarti, apa yang diuraikan oleh karya Soepomo atau Boedi Harsono tersebut selalu terbuka untuk ditulis kembali. Kebetulan mereka semua memiliki latar belakang disiplin hukum sehingga seharusnya diperlukan pengayaan hasil penelitian serupa dari orang-orang yang berlatar belakang ilmu sejarah Itu sendiri atau ilmu-ilmu lain diluar disiplin ilmu hukum.
Pengemban hukum praktis, khususnya hakim dalam melakukan penalaran hukum wajib memperhatikan sendi-sendi kelemahan dari produk sejarah juga. Undang-undang dan putusan hakim terdahulu adalah produk sejarah juga. Meminjam pernyataan Taufik Abdullah diatas, gue produk itu adalah perdebatan dalam arti terbuka untuk dikritisi dengan diberi pemaknaan baru. Dengan ini berarti disparitas putusan dapat saja terjadi, sekalipun kasus yang dihadapi serupa dengan kasus sebelumnya.
Komentar
Posting Komentar