Postingan

ANALISIS SIDANG SENGKETA PILPRES 2019

Gambar
   Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menegaskan menempuh jalur konstitusional bila terjadi sengketa hasil Pilpres 2019. Pengawalan rekapitulasi termasuk menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang disebut sebagai upaya people power. Maksud people power BPN itu adalah bagaimana menggerakkan dan mengajak serta mendorong relawan dan pendukung untuk menjaga TPS, menjaga C1, menjaga rekapitulasi di kecamatan, menjaga di kabupaten, provinsi, sampai KPU pusat, sehingga demokrasi kita terjaga jauh dari kecurangan. Begitu  people power itu, bukan konotasi negatif untuk menggulingkan pemerintah. Objek perkara PHPU Pilpres adalah keputusan KPU tentang penetapan perolehan suara hasil Pilpres yang memengaruhi pasangan capres-cawapres yang berhak mengikuti putaran kedua Pilpres atau terpilihnya pasangan capres-cawapres.     Meski BPN tidak yakin terhadap MK, alasan gugatan tersebut karena ada desakan dari sejumlah daerah kepada BPN agar menempuh upaya konstitusi, dae

PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KESUSILAAN

Upaya perlindungan terhadap korban tindak pidana kesusilaan tidak semata-mata merupakan tugas dari aparat penegak hukum saja, tetapi juga merupakan kewajiban masyarakat untuk membantu memulihkan kondisi korban dalam kehidupan bermasyarakat. Upaya perlindungan kepada korban perkosaan dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu: 1)   Perlindungan Oleh Hukum Secara umum, adanya hukum positif di Indonesia merupakan suatu aturan salah satu tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kejahatan asusila. Hal ini berarti, hukum juga bertujuan untuk melindungi masyarakat agar tidak menjadi korban kejahatan asusila sebelum tindak kejahatan kesusilaan tersebut terjadi. Dasar perlindungan hukum terhadap perempuan korban kekerasan tindak pidana kesusilaan terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Dikriminasi Terhadap Wanita, yang bunyi pertanyaannya semua manusia dilahirkan bebas dan sama dalam martabat dan hak, bahwa tiap orang berh

LOGIKA PENALARAN DAN ARGUMEN

Penalaran adalah suatu konsep yang mengarah pada sebuah proses berpikir untuk mencapai kesimpulan sebagai pernyataan baru dari beberapa pernyataan lain yang telah diketahui. Seperti diketahui bahwa penalaran ini memiliki dua kategori, yaitu deduktif dan induktif. 1.      Penalaran Deduktif Yaitu penarikan kesimpulan yang berasal dari pernyataan yang bersifat umum untuk mendapat kesimpulan yang bersifat khusus. Konklusi dari penalaran ini lebih sempit dari pada premis. Kesimpulan dalam penalaran deduktif bersifat analitis – tautologis sebab kesimpulan itu telah termuat dalam titik pangkal pemikiran. Contoh :          Siswa yang mendapat nilai dibawah 70 wajib remedial                         Ari mendapat nilai 65                         Ari wajib remedial 2.      Penalaran induktif Yaitu penarikan kesimpulan yang umum (berlaku untuk semua) atas dasar pengetahuan tentang kasus-kasus individual (khusus). Penalaran ini berkaitan erat dengan pengamatan inderawi atas kas

PERBEDAAN FILSAFAT HUKUM ISLAM DENGAN FILSAFAT HUKUM LAIN

Adapun perbedaan pendekatan filsafat dalam Hukum Islam dengan filsafat hukum pada umumnya terletak pada perbedaan substansi hukum itu sendiri. Hukum Islam merupakan hukum wahyu, sedangkan hukum pada umumnya adalah hasil pemikiran manusia semata. Hukum Islam merupakan hukum yang berangkat, berjalan dan berakhir pada tujuan wahyu. Ia ada dan memiliki kekuatan berdasarkan wahyu. Ia memberikan perintah dan larangan berdasarkan wahyu. Dengan demikian, apa yang dianggap benar adalah apa yang dianggap benar oleh wahyu. Apa yang dianggap keliru, adalah apa yang disalahkan oleh wahyu. Adapun akal adalah sarana pendukung untuk memahami atau memikirkan operasional hukum.                         Ketika hukum Islam menyatakan bahwa babi adalah haram, alasannya adalah karena al-Qur’an sebagai himpunan wahyu melarangnya. Demikian pula ketika Islam menyatakan bahwa perzinahan itu haram, alasannya karena al-Qur’an melarangnya. Babi dan perzinahan adalah haram kapanpun, di manapun, dan oleh siapapu

HUKUM PENALARAN

A.     PENGANTAR Kata “hukum” dalam “hukum penalaran” mengandung makna sebagai dalil-dalil yang digunakan dalam proses penalaran. Untuk membahas hukum penalaran dalam perspektif yang lebih sempit, terlebih dulu tentu perlu dibatasi sudut pandang yang akan dipakai sebagai alat teropong. Dalam konteks pembatasan sudut pandang tersebut kemudian dipilih perspektif hukum penalaran menurut kaca mata kelompok ilmu-ilmu serta periodisasi modern dan posmodern. Hukum-hukum penalaran yang ingin diperlihatkan dalam pembahasan ini tersaji dalam model-model penalaran dari aliran-aliran yang dikenal luas. Aliran-aliran tersebut menyajikan karakteristik penalaran menurut sudut pandang dan aspek-aspek tertentu. Dengan kondisi tersebut, sudah dapat diprediksikan bahwa hukum-hukum penalaran tersebut tidak mungkin tampil seragam. Hukum-hukum penalaran itu muncul karena ada karakteristik dan kebutuhan khas (konteks) keilmuan dari [kelompok] ilmu-ilmu yang bersangkutan. B.     SUDUT PANDANG Mengi

NILAI MORAL PROFESI HUKUM

Profesi hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut pemenuhan nilai moral dari pengembannya. Nilai moral itu merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur. Setiap profesional hukum dituntut agar memiliki nilai moral yang kuat. Franz Magnis Suseno mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat yang mendasari kepribadian profesional hukum. 1.     Kejujuran Kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional hukum mengingkari misi profesinya, sehingga akan menjadi munafik, licik dan penuh tipu daya. Sikap yang terdapat dalam kejujuran yaitu : a.     Sikap terbuka, berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan/keikhlasan melayani atau secara cuma-cuma. b.     Sikap wajar. Ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak otoriter, tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas, tidak memeras. 2.     Otentik Otentik artinya menghayati dan menunjukan diri sesuai dengan keasliannya, kepribadian yang sebenarnya. Otentiknya pribadi pro

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM INTERNASIONAL

Hukum internasional sebenarnya sudah sejak lama dikenal eksisitensinya, yaitu pada zaman Romawi Kuno. Orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis hukum, yaitu Ius Ceville dan Ius Gentium, Ius Ceville adalah hukum nasional yang berlaku bagi masyarakat Romawi, dimanapun mereka berada, sedangkan Ius Gentium adalah hukum yang diterapkan bagi orang asing, yang bukan berkebangsaan Romawi.  Dalam perkembangannya, Ius Gentium berubah menjadi Ius Inter Gentium yang lebih dikenal juga dengan Volkenrecth (Jerman), Droit de Gens (Perancis) dan kemudian juga dikenal sebagai Law of Nations (Inggris). Sesungguhnya, hukum internasional modern mulai berkembang pesat pada abad XVI, yaitu sejak ditandatanganinya Perjanjian Westphalia 1648, yang mengakhiri perang 30 tahun (thirty years war) di Eropa. Sejak saat itulah, mulai muncul negara-negara yang bercirikan kebangsaan, kewilayahan atau territorial, kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat. Dalam kondisi semacam inilah sangat dimungkinkan