Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2019

MODEL MODEL PENALARAN HUKUM

A.Aliran Hukum Kodrat Aliran ini menempatkan ontologi hukum  pada tataran yang sangat abstrak. Hakikat hukum dalam arti yang sebenarnya  dimaknai lebih dari asas-asas  dari pada norma. Keberadaan hukum positif tetap diakui eksistensinya, namun hukum positif ini dapat serta merta terancam keberadaanya seandainya tidak memenuhi persyaratan moralitas yang dibebankan oleh hukum kodrat. Dalam hirarki hukum yang diintroduksi oleh Aquinas, khususnya pada tataran lex aeterna dan lex naturalis (natural law), tampaknya sarat dengan muatan hukum alam. Keniscayaan hukum ala mini berangkat dari dalil-dalil kausalitas. Dalil itu lalu didirikan diatasa\ bangunan silogisme yang berangkat dari premis-premis self-efident dan suprapositif. Semua manusia mencintai keadilan adalah salah satu bentuk premis self-efident, yang mana manusia selalu rindu dan mencarinya sepanjang zaman. Pemaknaan hukum sebagai asas kebenaran dan keadilan dalam aliran hukum kodrat disokong oleh paham idealisme. Menurut pah

HUKUM PENALARAN

Penalaran hukum Sudut Pandang sudut pandang merupakan latar belakang subjektif dari suatu kerangka orientasi berpikir yuridis, Sudut pandang mencakup dua kategori yaitu 1. Keluarga Sistem Hukum. Kata " sistem" secara sederhana bearti sekelompok bagian-bagian (alat dan sebagainya) yang bekerja bersama-sama untuk melakukan suatu maksud. Keluarga sistem hukum memainkan peranan penting dalam menentukan model-model penalaran yang disajikan dalam kerangka orientasi berpikir yuridis, hal ini disebabkan beberapa alasan seperti keluarga sistem hukum merupakan produk historis, meletakkan dasar bagi pola perkembangan pembangunan dan memperagakan karakteristik tertentu dari pengembanan hukum baik yang praktis maupun teoritis. Di dunia ini biasanya dikemukakan ada tiga keluarga sistem hukum yaitu: 1. Civil law system, negara penganut adalaha Prancis, Jerman Italia, Swiss, Austria dll 2. Common law system, negara penganutnya adalah, Inggris, Australia, Kenya, Kanada, Amerika

ANALISIS RECHTVINDING OLEH HAKIM PADA PUTUSAN MK NOMOR. 21/PUU-XII/2014

Konsep kuno yang menempatkan hakim hanya sekedar corong  Undang-undang tampannya oleh banyak kalangan, termasuk sebagian kalangan hakim sendiri diabad ke-21 ini masih dianggap berlaku. Paradigma hakim sebagai corong Undang-undang inilah yang harus dihapuskan dari praktik peradilan di Indonesia. Pertimbangan hakim adalah upaya terpenting dalam menemukan sisi keadilan. Romal Dworkin mengungkapkan bahwa membaca UUD iti tidak sama dengan membaca peraturan biasa. Kita perlu membaca dengan sungguh-sungguh dan membaca UUD tersebut sebagai pesan moral.  Adapun dalam permohonan pada putusn MK Nomor. 21/PUU-XII/2014 pemohon memiliki dalil yakni bahwa pasal 77 huruf a KUHAP bertentangan dengan pasal 1 ayat 3, pasal 28 D ayat 1, dan pasal 28 I ayat 5 UUD 1945, apabila tidak dimaknai mencakup sah atau tidak sahnya penetapan tersangka, penggeledahan  penyitaan, dan pemeriksaan surat dan pemohon memohon pada MK untuk mengadakan suatu perluasan objek praperadilan yakni salah satunya dimasukannya pe

HUKUM PENALARAN

TEORI DALAM PENALARAN HUKUM 1.Hermeneutika dan Konstruktivisme Hermeneutika dan Konstruktivisme adalah dua model penalaran yang terkait sangat erat. Konstruktivisme tidak mungkin ada tanpa bangunan hermeuneutis di dalamnya.model ini memiliki keistimewaan dari model penalaran lain karena menjadi state of the art dalam teori-teori epistemologis era postmodern dan sejak awal sengaja didesain untuk ilmu-ilmu social atau kemanusiaan. 2.Sociological Jurisprudence Merupakan model penalaran yang sifat elektifitasnya kuat. Model ini berangkat dari system common law, khususnya Amerika Serikat, namun kelebihannya dalam mengawinkan antara ketertutupan logika Positivisme Hukum dan keterbukaan logika Mazhab Sejarah telah menarik perhatian banyak penstudi hukum dilingkungan civil law. Bagi sistem hukum Indonesia, yang sebagian masih disokong oleh unsur hukum adat, penempatan model penalaran Sosiological Jurispudence juga membuka arah pemahaman yang lebih holistic. Sebagaimana yang dikatakan

ASPEK HUKUM PENALARAN- ASPEK ONTOLOGIS, ASPEK EPISTEMOLOGIS, DAN ASPEK AKSIOLOGIS

1. Aspek Ontologis Aspek ontologis mempersoalkan apa yang menjadi hakikat dari realitas. Materialisme berpendapat bahwa hakikat dari segala sesuatu yang ada itu adalah materi. Jiwa bukanlah hakikat yang berdiri sendiri, melainkan akibat dari perbuatan benda-benda materi. Pandangan yang bertolak belakang dari materialisme adalah idealisme. Menurut idealisme, hakekat pengada itu itu justru unsur rohani, materi hanhyalah penjelmaan dari yang pertama.  Aspek Ontologis ini dapat dialirkan ke suatu kata “kebudayaan”. Menurut C.A Van Peursen, kebudayaan merupakan endapan dari kegiatan dan karya manusia atau manifestasi kehidupan setiap orang dan setiap kelompok orang.  Koentjaraningrat kemudian membagi perwujudan kebudayaan itu kedalam tiga bentuk, yaitu : A. Suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dsb; B. Suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat; Benda- benda hasil karya manusia. Faktor anthropos berka