Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2019

ANALISIS SIDANG SENGKETA PILPRES 2019

Gambar
   Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menegaskan menempuh jalur konstitusional bila terjadi sengketa hasil Pilpres 2019. Pengawalan rekapitulasi termasuk menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang disebut sebagai upaya people power. Maksud people power BPN itu adalah bagaimana menggerakkan dan mengajak serta mendorong relawan dan pendukung untuk menjaga TPS, menjaga C1, menjaga rekapitulasi di kecamatan, menjaga di kabupaten, provinsi, sampai KPU pusat, sehingga demokrasi kita terjaga jauh dari kecurangan. Begitu  people power itu, bukan konotasi negatif untuk menggulingkan pemerintah. Objek perkara PHPU Pilpres adalah keputusan KPU tentang penetapan perolehan suara hasil Pilpres yang memengaruhi pasangan capres-cawapres yang berhak mengikuti putaran kedua Pilpres atau terpilihnya pasangan capres-cawapres.     Meski BPN tidak yakin terhadap MK, alasan gugatan tersebut karena ada desakan dari sejumlah daerah kepada BPN agar menempuh upaya konstitusi, dae

PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KESUSILAAN

Upaya perlindungan terhadap korban tindak pidana kesusilaan tidak semata-mata merupakan tugas dari aparat penegak hukum saja, tetapi juga merupakan kewajiban masyarakat untuk membantu memulihkan kondisi korban dalam kehidupan bermasyarakat. Upaya perlindungan kepada korban perkosaan dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu: 1)   Perlindungan Oleh Hukum Secara umum, adanya hukum positif di Indonesia merupakan suatu aturan salah satu tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kejahatan asusila. Hal ini berarti, hukum juga bertujuan untuk melindungi masyarakat agar tidak menjadi korban kejahatan asusila sebelum tindak kejahatan kesusilaan tersebut terjadi. Dasar perlindungan hukum terhadap perempuan korban kekerasan tindak pidana kesusilaan terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Dikriminasi Terhadap Wanita, yang bunyi pertanyaannya semua manusia dilahirkan bebas dan sama dalam martabat dan hak, bahwa tiap orang berh

LOGIKA PENALARAN DAN ARGUMEN

Penalaran adalah suatu konsep yang mengarah pada sebuah proses berpikir untuk mencapai kesimpulan sebagai pernyataan baru dari beberapa pernyataan lain yang telah diketahui. Seperti diketahui bahwa penalaran ini memiliki dua kategori, yaitu deduktif dan induktif. 1.      Penalaran Deduktif Yaitu penarikan kesimpulan yang berasal dari pernyataan yang bersifat umum untuk mendapat kesimpulan yang bersifat khusus. Konklusi dari penalaran ini lebih sempit dari pada premis. Kesimpulan dalam penalaran deduktif bersifat analitis – tautologis sebab kesimpulan itu telah termuat dalam titik pangkal pemikiran. Contoh :          Siswa yang mendapat nilai dibawah 70 wajib remedial                         Ari mendapat nilai 65                         Ari wajib remedial 2.      Penalaran induktif Yaitu penarikan kesimpulan yang umum (berlaku untuk semua) atas dasar pengetahuan tentang kasus-kasus individual (khusus). Penalaran ini berkaitan erat dengan pengamatan inderawi atas kas

PERBEDAAN FILSAFAT HUKUM ISLAM DENGAN FILSAFAT HUKUM LAIN

Adapun perbedaan pendekatan filsafat dalam Hukum Islam dengan filsafat hukum pada umumnya terletak pada perbedaan substansi hukum itu sendiri. Hukum Islam merupakan hukum wahyu, sedangkan hukum pada umumnya adalah hasil pemikiran manusia semata. Hukum Islam merupakan hukum yang berangkat, berjalan dan berakhir pada tujuan wahyu. Ia ada dan memiliki kekuatan berdasarkan wahyu. Ia memberikan perintah dan larangan berdasarkan wahyu. Dengan demikian, apa yang dianggap benar adalah apa yang dianggap benar oleh wahyu. Apa yang dianggap keliru, adalah apa yang disalahkan oleh wahyu. Adapun akal adalah sarana pendukung untuk memahami atau memikirkan operasional hukum.                         Ketika hukum Islam menyatakan bahwa babi adalah haram, alasannya adalah karena al-Qur’an sebagai himpunan wahyu melarangnya. Demikian pula ketika Islam menyatakan bahwa perzinahan itu haram, alasannya karena al-Qur’an melarangnya. Babi dan perzinahan adalah haram kapanpun, di manapun, dan oleh siapapu

HUKUM PENALARAN

A.     PENGANTAR Kata “hukum” dalam “hukum penalaran” mengandung makna sebagai dalil-dalil yang digunakan dalam proses penalaran. Untuk membahas hukum penalaran dalam perspektif yang lebih sempit, terlebih dulu tentu perlu dibatasi sudut pandang yang akan dipakai sebagai alat teropong. Dalam konteks pembatasan sudut pandang tersebut kemudian dipilih perspektif hukum penalaran menurut kaca mata kelompok ilmu-ilmu serta periodisasi modern dan posmodern. Hukum-hukum penalaran yang ingin diperlihatkan dalam pembahasan ini tersaji dalam model-model penalaran dari aliran-aliran yang dikenal luas. Aliran-aliran tersebut menyajikan karakteristik penalaran menurut sudut pandang dan aspek-aspek tertentu. Dengan kondisi tersebut, sudah dapat diprediksikan bahwa hukum-hukum penalaran tersebut tidak mungkin tampil seragam. Hukum-hukum penalaran itu muncul karena ada karakteristik dan kebutuhan khas (konteks) keilmuan dari [kelompok] ilmu-ilmu yang bersangkutan. B.     SUDUT PANDANG Mengi

NILAI MORAL PROFESI HUKUM

Profesi hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut pemenuhan nilai moral dari pengembannya. Nilai moral itu merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur. Setiap profesional hukum dituntut agar memiliki nilai moral yang kuat. Franz Magnis Suseno mengemukakan lima kriteria nilai moral yang kuat yang mendasari kepribadian profesional hukum. 1.     Kejujuran Kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional hukum mengingkari misi profesinya, sehingga akan menjadi munafik, licik dan penuh tipu daya. Sikap yang terdapat dalam kejujuran yaitu : a.     Sikap terbuka, berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan/keikhlasan melayani atau secara cuma-cuma. b.     Sikap wajar. Ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak otoriter, tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas, tidak memeras. 2.     Otentik Otentik artinya menghayati dan menunjukan diri sesuai dengan keasliannya, kepribadian yang sebenarnya. Otentiknya pribadi pro

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM INTERNASIONAL

Hukum internasional sebenarnya sudah sejak lama dikenal eksisitensinya, yaitu pada zaman Romawi Kuno. Orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis hukum, yaitu Ius Ceville dan Ius Gentium, Ius Ceville adalah hukum nasional yang berlaku bagi masyarakat Romawi, dimanapun mereka berada, sedangkan Ius Gentium adalah hukum yang diterapkan bagi orang asing, yang bukan berkebangsaan Romawi.  Dalam perkembangannya, Ius Gentium berubah menjadi Ius Inter Gentium yang lebih dikenal juga dengan Volkenrecth (Jerman), Droit de Gens (Perancis) dan kemudian juga dikenal sebagai Law of Nations (Inggris). Sesungguhnya, hukum internasional modern mulai berkembang pesat pada abad XVI, yaitu sejak ditandatanganinya Perjanjian Westphalia 1648, yang mengakhiri perang 30 tahun (thirty years war) di Eropa. Sejak saat itulah, mulai muncul negara-negara yang bercirikan kebangsaan, kewilayahan atau territorial, kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat. Dalam kondisi semacam inilah sangat dimungkinkan

LOGIKA DAN PENALARAN HUKUM

A.     PENGANTAR Penalaran hukum pada dasarnya adalah kegiatan berpikir probematis. Kegiatan berpikkir ini berada dalam wilayah praktis. Ada dua jenis berpikir argumentasi,yaitu berpikir secara aksiomatis (sistematis) dan berpikir problematis. Berpikir aksiomatis menunjuk pada proses berpikir yang bertolak dari kebenaran-kebenaran yang tidak diragukan, melalui mata rantai yang bebas-ragu, sampai pada kesimpulan yang mengikat (konklusif). Proses ini menurut B. Arief Shidarta mengacu pada model pengetahuan yang pasti. Sedangkan berpikir problematis adalah berpikir dalam suasana yang didalamnya tidak ditemukan kebenaran bebas-ragu. Menurut tipe argumentasi ini, masalahnya bergeser dari hal “apa yang konklusif” menjadi “apa yang paling diterima”. Penalaran hukum adalah kegiatan berpikir probematis dari subek hukum (manusia) sebagai makhluk individu dan sosial di dalam lingkaran kebudayaannya. Penalaran hukum tidak mencari penyelesaian ke ruang-ruang yang terbuka tanpa batas. Ada tunt

BAB II MODEL MODEL HUKUM PENALARAN

1.       Aliran Hukum Kodrat Menurut Aliran Hukum Kodrat ada varian yang beragam tentang pemaknaan hukum, namun satu hal yang jelas bahwa aliran ini menempatkan ontologi hukum pada tataran yang sangat abstrak. Hakikat hukum dalam arti yang sebenarnya dimaknai lebih sebagai asas-asas daripada norma. Pemaknaan hukum sebagai asas-asas kebenaran dan keadilan dalam Aliran Hukum Kodrat didukung oleh paham idealisme. Menurut paham ini, gagasan kebenaran dan keadilan itu tidak datang dari pengalaman melainkan mendahului pengalaman (apriori bukan aposteriori). Gagasan itu adalah sesuatu yang sangat asasi sekaligus asali inilah yang arus dipertahankan eksistensinya pada setiap wujud hukum. Untuk membuktikan adanya konsistensi asasi-asali di antara hukum-hukum tersebut, digunakan pendekatan melalui penalaran deduktif. Pola penalaran model Aliran Hukum Kodrat sepenuhnya menunjukkan kesamaan dengan penalaran moral. Legal reasoning di sini diidentifikasi sebagai moral reasoning. Seperti dikatak

BAB VI MODEL PENALARAN UNTUK KONTEKS KEINDONESIAAN

a.         Penalaran hukum adalah kegiatan berpikir dalam tingkat kebudayaan tertentu, sehingga nilai-nilai budaya yang menyertai perjalanan sejarah sistem hukum Indonesia sangan mempengaruhi model penalaran hukum yang berkembang di Indonesia, Namun, perjalanan sejarah perkembangan sistem hukum di Indonesia menunjukkan bahwa Positivisme Hukum adalah model penalaran yang paling dominan diterapkan dibandingkan dengan model-model penalaran lainnya. b.        Konteks Keindonesiaan dalam aktivitas pengembanan hukum dewasa ini mengalami tuntutan yang berat di tengah pengabaian dan anarkisme sebagai akibat dari ketidak percayaan masyarakat terhadap kewibaan hukum. c.         Untuk menjabatani kondisi objektif (seperti pengabaian hukum dan anarkisme) di satu sisi dan semangat demokrasi disisi lain, maka model penalaran hukum yang ideal adalah mode yang: 1.        Aspek ontologisnya: tetap mengartikan hukum sebagai norma-norma positif dalam sistem perundang-undangan, mengingat pema

BAB VI KARAKTERISTIK PENALARAN HUKUM

A.      Penalaran hukum adalah kegiatan berpikir problematistersistematisasi dari subje hukum (manusia) sebagai makhluk Individu dan sosial di dalam lingkaran kebudayaannya. Problematic karena penalaran hukum merupakan penalaan praktis sebagai konsekuensi atas karakter keilmuan ilmu hukum itu sendiri (sebagai ilmu praktis) yang diabdikan untuk mencari putusan bagi penyelesaian kasus-kasus konkret. B.       Penalaran hukum adalah kegiatan berpikir yang bersinggungan dengan pemaknaan hukum yang multiaspek (multidimensional dan multifset.) oleh karena itu, karakteristik penalaran hukum mempunyai dimensi tersendiri tatkala ia muncul sebagai aktivitas ilmu hukum dogmatis, tori hukum, filsafat hukum, dan ilmu-ilmu empiris yang berobjekkan hukum. C.       Penalaran hukum yang dikembangkan oleh ilmu hukum dogmatis terutama bertujuan mengejar pencapaian kepastian hukum. D.      Tujuan penalaran hukum adalah adalah kepastian hukum tersebut tidak dapat mungkin berdiri sendiri tanpa did

BAB IV TEORI HUKUM PEMBANGUNAN

Tidak terbantahkan bahwa penduduk Indonesia dilihat dari perjalanan kebudayaannya telah sangat terbiasa hidup dalam pluralisme dalam berbagai hal. Sebelum bangsa Eropa menguasai beberapa jalur perdagangan di Nusantara, perbedaan tersebut belum menjadi hambatan dalam interaksi di antara mereka. Hukum adat dan di sana-sini mendapat pengaruh dari hukum agama, telah dirasakan cukup mengatur hubungan tersebut. Naun, setelah ekspansi para pedagang Eropa itu, hukum adat mulai terdesak. Dengan penekanan pada nilai kekuasaan (politik) yang kuat ditambah dengan optic etnosentrismenya, para pendatang dari Eropa ini berusaha mendikte model penalaran hukum yang berlaku di Indonesia. Sejak periode awal (1840-1860) telah dikembangkan keinginan untuk melakukan kodifikasi dan unifikasi hukum bagi semua penduduk di Hindia Belanda. Dalam hal ini, standar sistem hukum yang digunakan adalah sistem hukum yang dianut di Negeri Belanda. Akan tetapi, upaya-upaya penguasa kolonial di atas tidak sepenuh